BAWAKALEM. Cerita singkat untuk sebuah pertemuan
Cerita sepi untuk sebuah perpisahan
Tak berkesan namun mengenang
Tak bersuara namun tersimpan
Cerita perih nan ringkih
Si Lelaki pejalan kaki yang beralas namun penuh alas
Bertemankan perempuan yang beralas
Namun lekas melepas alas
Sebab ramai oleh lagu-lagu bimbang, yang mengusik yang menurutku sumbang namun tenang
Cerita tentang sebuah alkisah
Disuatu lembah ada rumah yang penuh cat warna hitam putih acap kali menghiasi
Bergonta-ganti tak berhenti
Jelasnya rumah tua itu elok nan permai
Suatu ketika anak muda perlahan bermain di altar pekarangan
Karena rapuh, altar remuk, anak itu jatuh
Rumah berdeham, tanpa tertawa
Rumah tua banyak debu di lantai
Rumah tua anak itu berlonjak damai
Meski rumah tua banyak kayu untuk menambal lantai
Tapi anak itu terus berputar, menari riang
Hingga rumah tersenyum, membiarkan
Karena sayang, ia tumbangkan kedua kali
Sebab alasan itulah si tuan
Kaki satu tak cukup untuk mendiamkan
Namun Kaki dua cukup untuk berkasih sayang
Meski melalui dendang sumbang
Jadilah anak muda terseyum dalam diam
Dia paham, bahwa bermain akan membuat ia tumbang
Beruntunglah ia berucap, altar berlobang
Kalaulah jadi ia akan jadi penyanyi sumbang
Meski begitu rumah akan lelap dalam sepi dan diam
Karena tuan hanya lalulalang
Kini datang namun akan hilang
Seperti cerita tentang rumah dan altar yang berlobang
Rumah adalah kenang dan tuan si pendatang
Meski jauh oleh jarak pandang
Tapi harap si tuan selalu bermain dengan riang
Begitupun rumah
Ia akan selalu tersenyum dalam kenang
Membuka pintu, jika kapan saja tuan datang
Untuk merajut dengan benang kenangan
Bercerita asal mula adanya pertemanan
Bukan lagu maupun syiir yang bertaut di jendela
Bukan biola merdu yang bernaung di ruang-ruang
Hanya ringkihan jangkrik sepi namun mengiang
Kisah tamu yang datang dan hilang.
Penulis:
Ira Wahyudi
Facebook Comments
