BAWAKALEM. Aku belajar untuk memahamimu di sebuah waktu yang salah
Di mana jingga, menjadi wadah renjana, yang diperas dari mataku, dari pelatar biru yang suntuk di kepalaku
Untuk memahamimu, aku perlu beberapa debu pada kelopak mataku
Aku perlu beberapa sesak pada jantungku
Aku perlu beberapa sakit dan riuh pada kepala hingga kurapal namamu di relung hatiku yang patah dan tumbuh sebisanya
Biru kau tahu. Hatiku biru
Hangat senja kubutuh hari ini
Usapan lentik jarimu, buaian peluk eratmu
Aku tahu jejaknya
Di ujung jingga kudoakan kau
Barangkali dinginku kau rasa
Mengabsahkan segala tanya
Aku perlu mengutarakan jawabanku
Dari rumus perih yang kurangkai sedari pagi
Apakah jawab dari sore akan seindah dirimu layak jingga yang telah meremang dan terkatup di pelupuk matamu
Aku terus belajar memahamimu
Hingga nanti sangkala berbisik tentang kabarmu
Semoga saja rumusanku bukanlah perkara sakit
Karena di setiap doa yang kutitipkan pada bibir senja
Aku selalu mengucap namamu
Untuk jingga yang mengurai rembulan, dari pijar-pijar gelap dan pagar tanaman
Aku melafalkan namamu dalam kabut doa dan nyala kunang-kunang
Di setiap alinea prasasti antar jiwa.
Nurul Khaerunnisa
Bandung, 29 November 2018
Facebook Comments
